Thursday, January 9, 2014

Sistem Moneter, Dinar, dan Dirham







Penggunaan instrumen keuangan Islam dinar dirham di Malaysia terlihat semakin bergeliat. Kondisi ekonomi dunia yang mulai goyah karena inflasi yang ditimbulkan oleh lemahnya mata uang dolar AS, menjadikan banyak pihak khususnya kalangan penentu kebijakan di beberapa wilayah kerajaan yang berada di negeri itu mulai tertarik untuk menggunakan dinar dirham.
 

Saat ini, dari empat belas negeri atau kerajaan yang ada di Malaysia, dua di antaranya telah secara resmi meluncurkan sekaligus menggunakan dinar dirham. Tepatnya, pada hari kedua bulan Ramadhan tahun lalu, bersamaan dengan 12 Agustus 2010, tercatat dalam sejarah bahwa Kerajaan Kelantan merupakan negeri pertama yang meluncurkan mata uang syariah dinar dan dirham.
 

Peluncuran tersebut secara resmi dilakukan oleh YAB Dato' Hj Nik Abdul Aziz Nik Mat, gubernur Kelantan yang lebih dikenal sebagai menteri besar. Pengadaan dinar dirham di Kelantan Darul Naim terwujud atas kerja sama antara Perbadanan Menteri Besar Kelantan (PMBK) dan Kelantan Golden Trade (KGT) Sdn Bhd.
 

KGT adalah sebuah perusahaan yang mensuplai mata uang dinar dirham yang diproduksi di Dubai, dengan Profesor Umar Ibrahim Vadillo sebagai direktur eksekutif yang juga memiliki hubungan dekat dengan organisasi World Islamic Mint. Kepingan dinar bergambar negeri Kelantan tersebut dalam setiap satu dinar memiliki berat satu mithqal, atau sama dengan 4,25 gram emas dengan kadar kemurnian 22 karat (97,66 persen).
 

Ditetapkan pula bahwa tujuh dinar sama dengan 100 dirham atau satu dirham sama dengan 2,975 gram perak. Penentuan berat dinar dirham di Kelantan berlandaskan sebagaimana yang dilakukan pada masa Khalifah Umar bin Khattab.

Menyusul peluncuran dinar dirham berikutnya adalah negeri Perak, sebuah negeri yang terletak kira-kira tiga jam dari Kuala Lumpur. Pada 28 Februari 2011, Dato' Seri DR Zambry Abdul Kadir selaku gubernur telah secara resmi meluncurkan dinar dirham negeri Perak Darul Ridzuan. Hal ini berarti bahwa Kerajaan Perak menghidupkan kembali warisan sejarah penggunaan dinar dirham setelah 1.357 tahun terpendam.
 

Dinar dirham ini dipasarkan oleh Yayasan Pembangunan Ekonomi Islam (Yapeim) dan Nusantara Bullion Exchange (Nubex Sdn Bhd). Setiap satu dinar memiliki berat 4,25 gram 24 karat (kadar kemurnian 97 persen) dengan harga saat ini RM 690 (kurang lebih Rp. 2.018.000). Adapun satu dirham setara dengan tiga gram perak dengan kadar kemurnian 99,9 persen.
 

Terdapat sedikit perbedaan langkah kebijakan oleh pemerintah kedua negeri tersebut dalam pemakaian dinar dirham. Di Kelantan, menteri besar mendorong masyarakat untuk memakai dinar dirham dalam transaksi sehari-hari, yaitu sebagai mata uang di samping tetap menggunakan ringgit Malaysia. Misalnya, untuk pembayaran gaji pegawai, transaksi di pasar rakyat, investasi, alat pembayaran zakat, dan mas kawin.
 

Di Perak, DR Zambry menegaskan bahwa dinar dirham bukanlah menggantikan mata uang ringgit Malaysia. Dinar dan perak didorong untuk digunakan sebagai alternatif investasi dan tabungan, alat pembayaran zakat, dan juga sebagai ungkapan penghargaan karena prestasi, hadiah, kasih sayang ketika pernikahan, kelahiran, dan momen kebahagiaan lainnya.
 

Meski agak berbeda, poin penting yang dapat diambil sebagai contoh adalah kedua pemimpin tersebut telah memiliki keberanian dan komitmen untuk menghidupkan kembali dinar dirham di kalangan umat Islam pada masa sekarang. Keduanya meyakini bahwa penggunaan dinar dirham adalah bagian dari upaya untuk menghapuskan riba dan menciptakan sistem ekonomi yang berkeadilan.


Moneter adil
Masih jelas dalam ingatan kita tentang krisis moneter yang melanda Asia 1997 dan 1998. Beberapa waktu yang lalu bisa kita saksikan efek domino dari Dubai, Islandia, Yunani, Portugal, Spanyol, hingga ke negara-negara lain, krisis dolar dan emas, serta perang mata uang.

Kondisi keuangan yang semakin memburuk dan krisis mata uang yang berulang itulah yang kemudian menjadi salah satu alasan bagi beberapa ekonom Muslim untuk memperjuangkan standar emas. Berdasarkan paparan Bordo dkk (2003), Ibrahim (2006), dan Karim dan Izhar (2009), standar emas dapat digunakan sebagai media pertukaran, sebagai alat untuk menetapkan harga berbasis emas, menawarkan nilai tukar yang stabil, hingga mampu menciptakan kestabilan harga.
 

Terbukti pada zaman Rasulullah, harga seekor ayam adalah satu dirham, dan saat ini setelah lebih dari 1.400 tahun, harga ayam masih tetap satu dirham. Begitu pula dengan harga domba yang dulu hingga saat ini masih tetap sama, yaitu satu dinar.

Imam Ghazali mengatakan, Allah telah menciptakan emas dan perak sebagai pengukur nilai yang sebenarnya. Para cendekiawan prodinar meyakini bahwa emas sebagai uang yang riil memiliki superioritas daripada fiat money. Menurut Meera dan Moussa Larbani (2009) dalam bukunya Real Money, emas dapat menawarkan sistem keuangan yang stabil dan adil, yang akan menciptakan perekonomian yang adil dan stabil, memiliki daya tahan tinggi, serta tidak menimbulkan inflasi dan pengangguran.
 

Selain itu, kedua dinaris tersebut mengatakan, akar permasalahan ekonomi dewasa ini adalah karena fiat money. Secara aktual, fiat money akan menimbulkan riba sehingga menjadi tidak mungkin bagi Muslim untuk mencapai maqashid syariah dalam sistem moneter fiat berbasis bunga.
 

Sejarah Islam menunjukkan bahwa dinar dirham telah dipakai sebagai mata uang umat Islam yang merupakan dasar bagi hukum-hukum muamalat, mahar, dan hudud. Maqashid syariah yaitu perlindungan terhadap iman, nyawa, akal, keturunan, dan harta.

Meski sejak jatuhnya kekhalifahan Utsmaniyah pada 1924 peranan mata uang dinar dirham menghilang, emas telah menunjukkan perannya yang sangat penting dalam sistem keuangan dunia hingga dibubarkannya Perjanjian Bretton Woods 1971. Saat ini, emas merupakan sebuah aset berharga yang dapat mengatasi permasalahan ekonomi dunia. Selain itu, harga emas dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Peran terpenting uang adalah sebagai pengukur nilai atau harga. Uang kertas di bawah sistem keuangan fiat money digunakan sebagai alat pengukur harga. Padahal, uang kertas bukanlah sesuatu yang riil dan bernilai. Emaslah yang nyata dan memiliki nilai sehingga mampu mengukur harga semua barang dengan adil.
 

Selain emas, bisa digunakan pula perak atau tembaga untuk mengukur harga pada barang-barang yang memiliki nilai kecil. Apabila menggunakan standar emas, konsekuensinya adalah melawan hukum legal tender yang diterapkan oleh suatu negara. Sepanjang terdapat hukum legal tender, sepanjang itulah negara akan mengeliminasi penggunaan emas, sehingga diperlukan strategi penggunaan emas hingga dapat dijadikan sebagai mata uang.
 

Salah seorang profesor dari International Islamic University Malaysia (IIUM), Ahamed Kameel Mydin Meera, mengatakan, hal terpenting yang dilakukan saat ini adalah dengan mendorong masyarakat Islam untuk memiliki dinar dirham dahulu sambil melakukan proses edukasi kepada masyarakat, mendorong diskusi-diskusi dan penelitian, serta berupaya memperjuangkan perlawanan terhadap hukum legal tender.
 

Diperlukan sebuah proses yang tidak cepat dan mudah untuk merealisasikan mengingat dunia telah terhegomoni oleh fiat monetary system. Akan tetapi, jika hal ini dilakukan oleh umat Islam, insya Allah penggunaan standar emas akan dapat terwujud.

Saat ini, kenyataan semakin besarnya gap antara distribusi kekayaan dan pendapatan menunjukkan suatu ekonomi yang jauh dari kesejahteraan masyarakat. Padahal, Islam sudah jelas memberikan arahan tentang sistem moneter yang berkeadilan. Kesejahteraan dapat diidentifikasi dari stabilitas makro ekonomi. Sehingga untuk mencapai kesejahteraan, sebuah negara seharusnya mulai fokus pada stabilitas makro dengan mengaplikasikan standar emas.
by; Yuni YF, click on
 
http://koran.republika.co.id/koran/24/130755/Sistem_Moneter_Dinar_dan_Dirham

Share This!


No comments:

Post a Comment

About Alluring

Popular Posts

Total Pageviews

Powered By Blogger · Designed By Seo Blogger Templates