
Sampai saat ini masalah kemiskinan masih menjadi persoalan krusial yang mendera
bangsa ini. Secara nasional data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan
jumlah penduduk miskin di Indonesia 32,53 juta (Maret,2009). Memang, pemerintah
melalui berbagai program seperti jaring pengaman sosial (JPS), Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, kredit usaha rakyat (KUR) dan program
lainnya, telah berusaha menurunkan angka kemiskinan, namun program yang
diluncurkan belum mendapatkan hasil maksimal.
Masyarakat yang terdiri dari berbagai tingkat ekonomi sangat rentan menimbulkan
kesenjangan social. Meski sudah menjadi sunatullah bahwa di dunia ini akan
selalu tercipta si kaya dan si miskin, tetapi bukan berarti Islam mendukung
permasalahan kemiskinan yang terjadi di masyarakat. Dalam ajaran Islam,
perintah zakat dapat menjadi solusi permasalahan kemiskinan di masyarakat Islam
mewajibkan ibadah zakat bagi umatnya selain sebagai bentuk ketaqwaan juga
merupakan salah satu cara penyelesaian masalah kemiskinan. Sehingga jika
masyarakat sadar zakat, maka akan menghilangkan gap antara si kaya dan si
miskin sehingga kemiskinan akan dapat teratasi. Hal ini telah dipraktekkan oleh
sebuah masyarakat pedesaan di salah satu desa di Wonosobo, Jawa Tengah.
Tepatnya di dusun Kali Lembu desa Dieng kecamatan Kejajar kabupaten Wonosobo,
masyarakat selama lebih dari dua puluh tahun telah memiliki kesadaran
menunaikan rukun Islam yang keempat setiap mereka panen. Di desa yang terletak
di lereng pegunungan Dieng ini terdapat 310 rumah tangga yang terdiri dari 4 RT
dengan mayoritas pencaharian masyarakat adalah bertani Kentang, Kol dan tanaman
sayur lainnya.
Pemungutan zakat di dusun tersebut dimulai pertama kali pada tahun 1987 atas
usulan warga yang baru pulang dari pondok pesantren Tegalrejo. Dari sinilah
masyarakat dusun Kali Lembu yang merupakan masyarakat Nahdlatul Ulama, sebagian
dari mereka mulai menyadari bahwa membayar zakat adalah merupakan kewajiban sehingga
akhirnya dari hasil musyawarah desa, maka diputuskan pentingnya dibentuk sebuah
panitia yang mengelola zakat. Hingga kemudian lahirlah Panitia Zakat Mal dusun
Kali Lembu yang pada waktu itu dikelola oleh para tokoh ulama dan sesepuh desa
setempat. Mulailah para petani membayar zakat sebanyak 2,5 % setelah mereka
panen kepada panitia zakat. Dalam pemahaman mereka, akad yang mereka gunakan
dalam membayar zakat adalah tijarah (perdagangan) sehingga hanya 2,5 % dari
hasil panen bukan mengeluarkan zakat pertanian yang seharusnya berjumlah 5 atau
10 %. Setiap tahun dana zakat yang terkumpul semakin menjadi meningkat puluhan
juta rupiah seiring dengan semakin banyaknya petani yang membayar zakat.
Sepuluh tahun kemudian, di tahun 1998 terjadi pergantian pengurus dimana
pengurus didominasi oleh para pemuda yang memiliki pemahaman keislaman yang
baik, menjadi tokoh di masyarakat dan memiliki semangat tinggi dalam
menggiatkan zakat di dusun tersebut. Para pengurus berjumlah 30 orang dimana H.
Yusuf sebagai ketua, H. Slamet Mustangin sebagai wakil ketua, sekretaris H.
Muchtar Wahid dan Ahmad Rofingi, Bendahara H. Abdul Jamil dan H. Abdul Aris dan
6 orang perwakilan dari setiap RT yang bertugas sebagai pelobi, pemantau dan
pendistribusi dana zakat. Saat itulah pengelolaan mulai dikelola lebih maksimal
dengan sosialisasi yang lebih giat dan pembukuan yang lebih rapi.
Zakat yang dibayarkan oleh petani sebanyak 2,5 % dari hasil panen sebelum
dikurangi oleh pengeluaran selama panen, misalnya untuk obat, upah tenaga kerja
dan lain-lain. Bahkan, meski pertanian mereka mengalami kerugian yaitu ketika
hasil panen lebih kecil dari jumlah biaya yang dikeluarkan, tetapi mereka tetap
membayar zakat kepada panitia.
Untuk menjaga semangat masyarakat dalam berzakat, maka panitia zakat dimana
lima orang diantara mereka adalah khotib, di hampir setiap khutbah Jumat,
selalu diselipkan anjuran untuk berzakat dan beramal. Dan pada hari itu pula,
panitia membuka pelayanan pembayaran zakat setelah sholat Jumat usai. Selain
itu, dalam setiap kegiatan pengajian rutin masyarakat, seperti pengajian
selapanan desa juga selalu diingatkan tentang kewajiban berzakat. Hasilnya,
secara kuantitatif, jumlah dana zakat menunjukkan trend yang semakin meningkat
seiring dengan peningkatan jumlah muzaki (pembayar zakat). Dimulai tahun 1998
sebanyak Rp. 35.032.500, pada tahun 2008 mencapai Rp. 105.490.500 hingga pada
laporan pada tahun 2009 dari 93 muzaki, dana zakat yang berhasil dikumpulkan
sejumlah Rp. 114. 173.000. Selama tahun 1998 hingga tahun 2009, hanya mengalami
2 kali penurunan jumlah dana zakat karena penurunan hasil panen dan selalu
mengalami peningkatan 10 – 70 % pertahun.
Para petani di desa tersebut hanya mengenyam jenjang pendidikan rendah. Namun
masha Allah, mereka memiliki kesadaran yang tinggi untuk beramal, tidak hanya
membayar zakat, tetapi juga berinfak, menunaikan qurban pada hari Idul Adha
maupun bergotong royong membangun rumah penduduk yang rusak. Dana zakat
sejumlah puluhan juta yang telah mereka kumpulkan setiap tahun didistribusikan
pada hari kedua puluh lima setiap bulan ramadhan untuk pembangunan fasilitas
desa sebanyak 10-30 % dan 70 % diberikan kepada fakir, miskin, fisabilillah dan
amil dengan jumlah yang disesuaikan dengan kebutuhan. Adapun ashnaf fakir
miskin dilihat dari pengamatan panitia zakat mal pada saat kondisi ekonomi
masyarakat dusun yang terakhir ketika bulan ramadhan.
Dana yang diperoleh dari zakat hanya ditasharufkan (didistribusikan) untuk
membantu fakir miskin dan pembangunan fasilitas desa yaitu Madrasah Ibtidaiyah
(MI), Tempat Pendidikan Alqur’an (TPA) dan pesantren. Sedangkan untuk keperluan
pembangunan dan perbaikan masjid masyarakat desa menarik infak tersendiri di
luar dana zakat yang dilakukan setiap malam Selasa Kliwon dimana dari 19 kali
penarikan, saat ini sudah terkumpul dana sebanyak 800 juta. Bahkan, ketika Idul
Adha jumlah hewan kurban yang terkumpul di dusun tersebut mencapai 7-9 ekor
sapi dan 30 ekor kambing. Hal ini menggambarkan bahwa begitu tingginya tingkat
kesadaran masyarakat dusun Kali Lembu dalam berzakat infaq dan sedekah.
Pengelolaan zakat oleh panitia zakat mal dusun Kali Lembu masih bersifat
sederhana, baik dari strategi pengumpulan dana maupun pentasharufan dana zakat.
Tetapi, semangat berzakat dari masyarakat dusun setempat yang berlatar belakang
petani tradisional patut diacungi jempol, karena sebagian besar warga petani di
desa tersebut tidak mengenyam pendidikan tinggi, sebagian besar warga hanya
lulusan SD dan sebagian kecil lulusan SMP dan SMA. Apabila ada banyak dusun
yang memiliki kesadaran berzakat seperti di dusun Kali Lembu maka bukan hal
yang tidak mungkin masalah kemiskinan akan dapat diselesaikan secara mandiri
oleh masyarakat. Zakat sebagai solusi cerdas untuk mengatasi kemiskinan, telah
dipraktekkan oleh dusun Kali Lembu. Bahkan dana zakat tidak hanya membantu
fakir miskin dan mengembangkan pembangunan fasilitas desa tetapi juga membuat
dusun Kali Lembu lebih makmur dan lebih aman apabila dibandingkan dengan dusun
lainnya di desa Dieng.
Dari hasil observasi budaya berzakat di dusun Kali Lembu, dapat diambil
kesimpulan bahwaproses untuk menyadarkan masyarakat muslim dalam berzakat
haruslah merupakan proses yang terintegrasi yang bermula dari edukasi yang
istiqomah dan komprehensif. Proses edukasi ini tidak berhenti dalam wacana di
tingkat pendidikan formal tetapi sudah meretas kuat dalam proses edukasi
informal melalui khutbah, personal approach, dan prevailing wisdom.
Rahasia kesuksesan kedua adalah manajemen zakat yang amanah. Sifat amanah dimiliki oleh
para panitia zakat mal di dusun Kali Lembu. Sifat ini sangat penting dimiliki
oleh siapa saja yang memegang amanah mengelola zakat. Karena ditangan merekalah
pengelolaan harta umat bisa efektif dan menyentuh mustahiq (penerima zakat)
secara luas.
Rahasia ketiga adalah kondisi keberagamaan masyarakat yang kuat terhadap
pelaksanaan nilai-nilai Islam. Hal tersebut direpresentasikan oleh bukti
empiris yang menjadikan zakat sebagai ritual wajib masyarakat terhadap produk
pertanian mereka.
Meski pelaksanaan zakat di dusun Kali Lembu ini merupakan sebuah hal yang patut
dicontoh oleh umat Islam khususnya bagi muslim yang belum tergerak untuk
menunaikan rukun Islam yang keempat, tetapi menurut penulis, pengelolaan zakat
di dusun Kali Lembu masih memerlukan perhatian dari departemen agama setempat
maupun pihak-pihak yang memiliki keterkaitan dengan pengelolaan zakat, misalnya
BAZNAS maupun Forum Organisasi Zakat. Sosialisasi tentang managemen zakat yang
sesuai syariah dan efektif dalam penggalangan maupun pendistribusian dana zakat
sangat dibutuhkan oleh panitia zakat mal di dusun tersebut agar semakin syar’i
dan professional. Wallahu’alam.By Yuni YF